JIHAD MENJAGA ALAM

 Hasil gambar untuk alam desa


Oleh : M. Amir Hamzah


" Cah... Panase hawanya bumi inii, Apa ini trainingneraka level pedas"
" Huss..., Kalo omong nda boleh gitu
Qil. Syukuri apa yang diberikan Allah. Tidak usah sambat, panas hujan selalu ada hikmahnya.
" Lah..., Hikmah itu orang mana
toh Pri?
"Hikmah itu manfaat dibalik sesuatu
kejadian, bukan nama orang, Aqil," tukasku.

    Hmmmmm, pagi ini kuawali dengan sambatnya si Aqil. Suara yang cempreng seakan menambah hawa panas ini
. Matahari pun sudah seakan seperti Mall yang buka cabang dimana-mana. Mulut Aqil terus mengoceh seperti blender yang mewakili sambatnya orang-orang yang tidak mensyukuri pemberian Allah, baik itu hujan maupun panas.

            Dan kutengok cuaca lewat smartphone, memang akhir-akhir ini daerahku akan terus dihujam kemarau. Probolinggo dan beberapa daerah di Indonesia sudah mulai kekeringan. Panasnya memang sudah seakan menusuk sampai ke hati, namun tak luput rasa syukur harus terus terucap. Dibalik panas ini masih banyak orang sangat bersyukur, misalnya petani yang jemur gabah, penjual ikan asin, dan emak-emak dengan jemurannya. Namun, temanku si Aqil tidak pernah bisa bersyukur. Hidupnya ngomel terus, dikasih hujan ngomel, dikasih panas ngomel juga. Giliran dikasih sempol malah nambah.

            Selepas pulang sekolah aku duduk bersamanya, dibawah pohon beringin depan rumah Cak Orep. Menikmati es lilin rasa alpukat dan Aqil dengan rakusnya menggenggam lima buah es lilin. Entah mungkin karena cuaca atau memang rakus nih anak. Seketika aku termenung melihat pohon beringin ini, ia tetap saja hijau dan menyejukkan dibalik cuaca yang panas ini. Namun, aku pesimis jika anak cucuku nanti masih bisa menikmati sejuknya pohon beringin ini, jika bukan dari kita yang menjaga. Memang, bumi semakin hari semakin sakit dan sudah tidak muda lagi. Tidak jarang bumi ini batuk, dan mengeluarkan lahar dingin. Kadang juga menangis hingga mengakibatkan banjir bandang akibat dari serakahnya manusia menebang pohon dengan ilegal. Terlalu lama termenung, hingga lupa es lilinku hilang.

" Qil, Es ku kemana ini? Kau makan yah?"
tanyaku padanya.
"Lah, dirimu es enak kok malah didiamkan. Yaaa, tak makan ehehe"
"Sini..., kumakan endasmu," tukasku.
(Lalu Aqil berlari dengan tertawa ngakak)

            Sesampainya dirumah aku ditegur oleh bapak, karena membiarkan bunga di halaman depan, lupa ku siram tadi pagi sebelum berangkat sekolah.  Memang aku salah sih, makanya aku segera menyiram tanaman bunga itu. Keluargaku memang sangat mencintai lingkungan apalagi bapak yang orangnya sangar, berkumis tebal, dengan badan berotot malah suka dengan bunga. Berbeda denganku yang hanya tinggal menikmati tapi kurang mencintai bunga, apalagi lingkungan.
Oh iya, desaku ini sangat peduli dengan lingkungan. Jadi bukan hanya bapakku. Dan tempat yang menjadi favoritku adalah pohon beringin depan rumah cak Orep tadi. Pohon-pohon membentang di sepanjang jalan menuju sekolah tepat didepan halaman rumah setiap orang di desaku. Walau cuaca sangat panas, namun masih bisa terobati dengan hijaunya pepohonan. Apalagi pas waktu musim buah mangga, banyak tokek sarungan nyuri mangga dimalam hari. Pernah suatu malam aku dan Aqil mendapati ada sosok diatas pohon mangga milik pak Nunuk.

“Eh Pri.., Apaan itu kok gerak-gerak dipohon mangga. Tapi masak ada kuntilanak sarungan. Apa itu kunti abis sunatan ?”

“Bukan Qil, itu maling mangga dari desa sebelah. Ayok kita kerjai. Nih, aku ada topeng Teletubies, kita takuti dia”
Aku dan Aqil mendekati tokek sarungan ini secara diam-diam, dan cara menakuti kita yaitu dengan berdiri pas dibawah pohon. Berharap nanti si maling ketika turun langsung ketakutan. Dan akhirnya tiba saat si maling turun dari pohon.
“BHOHOHOHOHO.... Aku hantu penghuni biji salak” Ujar Aqil dengan nada menakuti.
(Ternyata si tokek sarungan tidak takut, dan malah mengancam akan memukuli.)
“Kalian ga usah nakutin gitu. Kuntilanak, pocong, dan genderuwo itu masih satu angkatan dengan saya” tukas si maling.
Akhirnya kami nyerah saja, dari pada dipukuli. Dan disaat Aqil melepas topeng Teletubiesnya, si maling malah lari terbirit-birit. Mungkin karena ketakutan melihat wajah Aqil. Akupun hanya tertawa ngakak, ternyata selama ini wajah Aqil ada manfaatnya juga. Begitulah secuil kisahku malam itu, masih ada saja orang yang mencari uang dengan cara yang tidak baik. Padahal juga cuma buah mangga, tinggal minta baik-baik ke orang yang punya pasti dikasih.
Kembali membahas tentang desaku, desaku ini selain cinta lingkungan, juga memiliki potensi yang bagus untuk dijadikan pusat industri apalagi perumahan. Lokasi yang strategis, dengan desa yang hijau ditepi kota. Berkali-kali investor datang kemari, menemui pak kepala desa yaitu cak Orep sendiri. Mereka mengiming-imingi uang ratusan juta, bahkan milyaran untuk membujuk cak Orep agar rela memberikan ijin untuk membangun pabrik di desanya ini. Alih-alih disambut baik, ataupun diterima sogokan itu. Cak Supri naik pitam, dengan lantang ia berbicara kepada para investor yang ingin merubah desanya yang hijau menjadi sarang paku bumi. Seperti halnya investor yang datang ke cak Orep waktu itu, nampak jelas orang berjas hitam dan berdasi nampak tertunduk diam melihat cak Orep yang ngomel. Dan omelannya malah sampai terdengar hingga ke telingaku yang duduk dibawah pohon beringin depan rumahnya.
“ Sampai tua diri ini, sampai anak cucu nanti. Dan sampai Upin-Ipin berambut gimbal. Tidak akan kami biarkan desa ini jatuh ke tangan orang yang tidak peduli akan lingkunga, Apalagi akan merusaknya” terang cak Orep dengan gagah.

“ Tapi pak, kami akan membangun pabrik ini sesuai prosedur dan perizinan dinas lingkunagn terkait” balas investor tersebut.
Lah... dikira saya ini anak baru lahir apa?, begitu banyak pabrik di tanah pertiwi ini tapi kebanyakan tidak menepati janji soal lingkungan. Lihat di Sumatera dan Kalimantan sana, buka lahan aja pakai dikabar kan bisa cara manual dengan mementingkan flora dan fauna.” Tegas cak Orep.
Nampak orang berdasi itu pergi dengan basah kuyup seraya mengelapi wajahnya. Bukan karena hujan badai, tapi karena ciri khas cak Orep yang kalo omong dengan air liur yang muncrat-muncrat. Untung saja cak Orep ngomelnya sekali, bayangin kalo ngomelnya seharian. Otomatis jadi danau buatan.
Seketika aku sadar, sekekeh itukah pendirian cak Orep untuk mempertahankan desa ini, kurasa malu diri ini, jika sampai buang sampah sembarangan. Bahkan orang satu desapun bahu-membahu untuk membangun desa ini untuk selalu nampak asri dan hijau. Sungaipun di desaku masih jernih, dan anak kecil masih bisa menikmati segarnya air sungai. Tepat dipinggir sungai tertulis sebuah larangan membuang sampah sembarangan, sedikit lucu. Namun memiliki efek yang cukup mendalam. Tulisannya kayak gini, “Kemarin ada orang buang sampah di sungai ini, besoknya langsung mati !” agak lucu kan? Tapi serem juga sih, ehehe.
Usaha dari investor itu tidak cukup sampai disitu, meski habis dihujani air liur cak Orep. Ia dan aliansinya masih kekeh, untuk mengambil alih desa hijau kami dengan cara apapun. Salah satu cara mereka yaitu dengan cara door to door ke rumah orang-orang desa untuk dibujuk agar mau menjuak tanahnya. Namun, sekali A tetep A dan sekali B tetep B, begitukah kepribadian orang desa ini. Sejalan dengan pemikiran dan tekad cak Orep, mereka menolak mentah-mentah ajakan itu. Dan bahkan ada yang berani mengancam akan membakar seisi desa jika tidak menjual tanahnya. Dan ancaman itu ternyata ditujukan kepada bapak, ketika aku masih di sekolah.
“ Kalo bapak tidak mau menjual tanah ini, Ingat...! saya akan membakar seluruh isi desa ini,” ujar investor itu.
“Terserah kalian mau membakar ataupun mau memanggang, kami siap menerima pesanan,” tukas bapak.
“Bapak jangan macam-macam sama saya ya, saya ini mengancam bukan pesan nasi kotak. Tapi, kalo ada saya beli satu untuk dibawa pulang.”
Nampak ancaman itu hanya sebagai bahan candaan bagi bapak, namun bukan ucapan mainan bagi investor keji itu, tidak main-main mereka sudah menyiapkan bebrapa drum bensin untuk rencana membakar seisi desa. Namun, rencana itu sudah terdengar oleh telinga cak Orep dan sudah pasti, dibawah komandonya ia berjihad atas nama lingkungan karena Allah untuk selalu menjaga lingkunga yang telah Allah amanahkan kepada kami selaku khalifah untuk memakmurkan bumi.
Malam itu, nampak gagah cak Orep berdiri diatas meja jualan mie ayam dan mengobarkan semangat warga desa untuk menyiapkan perlawanan. Seketika aku merasa seperti berjihad untuk umat, dan tak lupa aku menutupi kepalaku dari hujan air liur cak Orep. Namun, orasinya memang membakar semangat kami untuk tetap mempertahankan tanah ini.
Bismillahirrahminirrohim, Assalamualaikum wargaku. Saat ini kondisi desa kita dengan keadaan kritis dan bisa saja koma, ada investor yang berencana akan membakar desa kita. Namun ingat, sebelum kita menyerang pastikan kompor dirumah sudah mati. Siapkan semua jiwa dan raga kalian, kita berjihad atas nama lingkungan karena Allah. Kita jaga amanah Allah, kita makmurkan bumi ini, kita jaga hijau lingkungan desa kita hingga anak cucu nanti, dan saat ini ada orang yang ingin mengusik rencana mulia kita. Rencana merekapun tanpa sepengetahuan aparat dan semendadak ini, maka dari itu kita pertahankan milik kita, selagi Aqil melaporkan kejadian ini ke polisi. Jika kita syahid nanti, tidak mengapa. Namun pastikan kucing di rumah sudah dikasih makan. Mari berjuang, Allahu Akbar....” tegas cak Orep dengan orasinya.
Seketika warga menyahut takbirnya dengan menggelegar. Emak-emak menjadi barisan paling depan untuk mengagalkan rencana investor itu. Dan tepat tengah malam, dikira oleh investor itu warga tengah tertidur lelap, namun dengan diam-diam warga mengintai dibalik semak-semak, diloteng, dan dimanapun sekiranya tidak ketahuan oleh investor beserta orang suruhannya. Dan nampak memang mereka tengah sibuk menurunkan puluhan drum bensin untuk dijadikan bahan, membakar rumah warga. Setelah itu kami langsung mengpung mereka secara serentak, namun tanpa diduga. Ternyata, si investor memiliki pistol dan mengarahkan kearah warga. Seketika warga yang tadinya serentak mendekat, malah perlahan mundur. Licik memang investor ini, nampak seraya mengacungkan moncong pistol. Ia mengeluarkan secarik kertas berisi surat perjanjian jual tanah seluruh desa. Dan mengancam jika cak Orep tidak menandatangani surat ini, maka akan ditembak warganya. Cak Orep yang tadinya garang menjadi lemas karena ini perihal nyawa rakyatnya. Dan nampak emak-emak dan anak kecil menangis melihat kejadian itu, semakin histeris melihat cak Orep memegang secarik kertas itu, lengkap dengan pulpen ditangan satunya. Tangisan warga semakin menjadi-jadi, cak Orep yang gemetar untuk memutuskan perkara ini semakin dipertakut dengan investor keji yang menyiraminya dengan bensin. Jika dalam waktu sepuluh detik, tidak menanda tangani maka korek api yang sudah menyala ditangan anak buah investor akan melayang ditubuh cak Orep, dan peluru juga akan menghujani waarganya.
Belum mencapai waktu sepuluh detik, bala bantuan datang yaitu polisi bersama Aqil. Dan korek ditangan anak buah investor itu ditiup oleh cak Orep seperti orang ulang tahun, dan menendangnya. Dan anehnya si investor yang lengkap dengan senjata malah kebingungan dan akhirnya terkepung. Mereka langsung digelandang masuk ke dalam mobil tahanan. dan menjadi akhir kisah investor tersebut.
Dan menurut penjelasan polisi,memang selama ini investor ini yang menjadi dalam akan rusaknya alam dan dibangunnya pabrik-pabrik ilegal dengan merusak lingkungan. Polisi juga menjelaskan bahwa senjata yang mereka pakai bukanlah pistol asli, melainkan pistol tiruan yang isinya hanya air bekas cucian mangkok bakso. Peristiwa itu menjadi awal terkenalnya desaku dan menjadi perhatian pemerintah karena juga masuk diberita. Dan kini pemerintah menetapkan desaku sebagai desa pelopor dan juga pariwisata. Dan yang kuingat waktu itu, cak Orep berpidato di depan bupati, dan bupati beserta jajarannya menggunakan jas hujan, ehehe.
Dan akupun bertekad untuk selalu menjaga lingkungan, jika kita menebang satu pohon maka harus menanam sepuluh pohon. Jangan sampai anak cucu kita nanti hanya menikmati gambar lingkungan namun tidak merasakannya. Sewajibnya kita sebagai khalifah bertugas untuk menjaga dan memakmurkan bumi ini, mengayomi seluruh fauna dan flora karena kita diciptakan oleh Allah sebagai makhluk berakal. Mari kita jaga lingkungan, sebagaimana menjaga hati kita.
0 Comments